image

LawSpective

Korupsi Yang Membudaya Di Indonesia

Apr 14, 2024

Yellow Flower

 

Di Indonesia perilaku korupsi sudah sangat masif dan mengalami pasang surut dari masa kerajaan-kerajaan di Nusantara. Korupsi terus berjalan saat masa Kolonial Belanda, Orde lama, Orde baru dan Era reformasi. Baru-baru ini dikagetkan dengan kasus Mega korupsi senilai 271 Triliun. Kejaksaan Agung memberikan penjelasan tentang kerugian besar akibat kasus korupsi tata niaga di PT Timah Tbk. (TINS). Kasus yang menyeret suami Sandra Dewi, Harvey Moeis disebut merugikan negara hingga 271 T. Tetapi angka 271 T itu masih kotor perhitungannya dan masih bisa lebih tinggi dan lebih rendah dari hasil konsultasi dengan para penyidik. Jika di teliti lebih jauh angka 271 T merupakan dampak kerusakan lingkungan yang begitu masif dan luas, kemudian terdapat dampak sosial dan ekologi yang harus dipertanggung jawab kan.

Korupsi merupakan perbuatan yang mempunyai daya rusak yang sangat luar biasa yaitu mempengaruhi perekonomian nasional, meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan sosial, merusak mental dan budaya bangsa serta mendistorsi hukum. Melihat korupsi yang ‘masif’ dan daya rusaknya, maka sudah selayaknya seluruh komponen bangsa untuk mencegah korupsi agar tidak menjadi budaya di Indonesia. Artinya bahwa korupsi itu sudah menjadi budaya masyarakat dan para pejabat di Indonesia dan jangan sampai hal tersebut menjadi “kebudayaan” yang dianggap wajar.

Peran masyarakat dalam memberantas korupsi adalah melakukan dengan tiga pendekatan. Strategi preventif, masyarakat berperan aktif mencegah atau memberantas dengan melakukan, misalnya dengan tegas menolak permintaan pungutan liar dan membiasakan melakukan pembayaran sesuai dengan aturan yang ada. Strategi detektif, masyarakat diharapkan aktif melakukan pengawasan sehingga dapat menduga terjadinya perilaku koruptif. Strategi Advokasi, masyarakat aktif melaporkan tindakan korupsi kepada institusi penegak hukum dan mengawasi proses penanganan perkara korupsi.

Peran Pemerintah yang dilakukan dalam memberantas korupsi salah satunya yaitu dengan melakukan pengesahan RUU Perampasan aset. Menurut Prof. Tuti terdapat 6 urgensi RUU Perampasan aset yang seharusnya di sahkan. Pertama, merampas hasil aktivitas ilegal dari para pelaku kejahatan dan mencegah mereka menggunakan hasil kejahatannya. Kedua, mematahkan tulang punggung finansial sindikat dan kartel kejahatan. Ketiga, merampas hasil aktivitas ilegal para pelaku. Keempat, mencegah terjadinya kejahatan serupa di masa depan. Kelima, mengembalikan aset kembali kepada pemiliknya yang sah. Keenam, memulihkan aset negara.

Jika kita berpatok pada kasus korupsi PT Timah Tbk. (TINS) senilai 271 T. Maka 6 urgensi dari RUU Perampasan aset ini sangat dibutuhkan karena selain pemidanaan pelaku tindak pidana korupsi, tindakan perampasan aset ini juga membuktikan bahwa tindakan tersebut bisa memberikan efek jera kepada pelaku korupsi. Perampasan aset menggunakan dasar hukum pidana pada Pasal 18 huruf (a) Undang - Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perampasan harta kekayaan yang di perolehi dari tindak pidana korupsi melalui jalur perdata (Gugatan) memiliki karakter yang spesifik yaitu hanya dapat dilakukan Ketika upaya pidana tidak lagi memungkinkan untuk digunakan dalam upaya pengembalian kerugian negara. Perampasan harta kekayaan pelaku tindak pidana korupsi pada dasarnya adalah harta benda yang didapatkan karena melakukan tindak pidana korupsi. Undang undang tentang pemberantasan tindak korupsi memberikan hal kepada membuktikan bahwa pelaku (terdakwa) tidak melakukan tindak pidana korupsi, kemudian sebaliknya memberikan kewajiban kepada pelaku tindak pidana korupsi untuk membuktikan bahwa seluruh harta benta ,harta benda suami, istri dan anak maupun orang lain bukanlah diperolah dari tindak pidana korupsi.

Korupsi merupakan hal yang sudah menjadi “budaya” bagi masyarakat. Jadi peran kita sebagai masyarakat untuk mencegah hal tersebut dapat dilakukan dengan 3 pendekatan yaitu Strategi Preventif, Strategi Detektif dan Strategi Advokasi. Lalu peran pemerintah dalam memberantas Korupsi salah satunya adalah dengan melakukan perampasan aset. Tujuan nya adalah untuk memulihkan atau mengembalikan berbagai kerugian negara yang dihasilkan dari tindak pidana korupsi dan memberikan efek jera bagi pelaku. Perampasan Aset dari hasil tindak pidana korupsi tanpa pemidanaan juga merupakan salah satu solusi untuk menyelesaikan masalah dalam perampasan aset korupsi ketika suatu individu tidak dapat dipidana karena meninggal dunia atau tidak dapat mengikuti rangkaian dari pemeriksaan penuntutan pidana yang tertuang di dalam Pasal 77 dan Pasal 88 KUHP. Dasar hukum sebagaimana diatur Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2020.

 

LawSpective

Latest News

Legal Topics

Opinions

© 2023 myCompany, All Rights Reserved.