Perkawinan Beda Agama
Apr 14, 2024

Perkawinan beda agama adalah isu yang terus menerus menghangatkan kontroversi di masyarakat Indonesia, yang multikultural dan terdiri dari berbagai agama. Masalah ini dianggap penting karena perkawinan beda agama merupakan bagian dari dimensi kehidupan yang bernilai ibadah, yang sangat penting untuk manusia yang telah dewasa, sehat jasmani serta rohinya. Perkawinan ini juga membentuk keluarga, masyarakat, dan bahkan bangsa.
Perkawinan beda agama diatur oleh berbagai agama, adat, dan institusi negara. Dalam hukum Islam, perkawinan beda agama dapat dibedakan menjadi tiga kategori: perkawinan antara seorang pria muslim dengan seorang wanita musyrik, perkawinan antara seorang pria muslim dengan wanita ahli kitab, dan perkawinan antara seorang wanita muslimah dengan pria non muslim.
Perkawinan beda agama tidak hanya berpengaruh pada hukum agama, tetapi juga pada hukum positif. UU No. 1 Tahun 1974 tidak mengakomodir persoalan perkawinan beda agama, karena perkawinan campur yang dimaksud dalam Pasal 57 UUP adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaran, bukan karena perbedaan agama.
Para ulama dan institusi seperti MUI dan Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah memiliki perspektif yang berbeda-beda tentang perkawinan beda agama. MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang perkawinan beda agama untuk dijadikan pedoman, sementara Muktamar Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ke XXII, tanggal 12-16 Februari 1989 di Malang Jawa Timur, menetapkan perkawinan antar agama hukumnya haram.
Pada umumnya, perkawinan beda agama dianggap haram dalam hukum Islam, khususnya perkawinan antara seorang wanita muslimah dengan pria non muslim atau kafir. Namun, ada ulama yang menganggap perkawinan antara seorang pria muslim dengan seorang wanita musyrik haram, sementara perkawinan antara seorang pria muslim dengan wanita ahli kitab dan perkawinan antara seorang wanita muslimah dengan pria non muslim atau kafir masih mengandung kontroversi.
Dalam pembahasan perkawinan beda agama, penting untuk memahami konsep keimanan dalam undang-undang terhadap perkawinan beda agama. Konsep ini menunjukkan bahwa perkawinan antara orang yang berlainan agama harus dilakukan dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perkawinan beda agama memiliki beberapa aspek yang penting:
1. Aspek yuridis: Perkawinan adalah ikatan lahir atau formal yang melahirkan hubungan hukum antara suami isteri.
2. Aspek sosial: Perkawinan merupakan hubungan yang mengikat dirinya, orang lain, dan masyarakat.
3. Aspek religius: Perkawinan dibentuk berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar dalam pembentukan keluarga yang kekal dan Bahagia.